Kapan Nikah?
Kerja Dimana?
Gajinya Berapa?
Udah lulus ya?
Nilainya Berapa?
Kuliah Dimana?
Udah punya mobil ya?
Adalah
sekelumit pertanyaaan atau bahan obrolan dikala hangatnya lebaran. Ya, Hal itu
memang wajar, penulispun juga sering mengalami hal itu
Tetapi
apakah kamu sadar, pertanyaan demi pertanyaan tersebut kadang merefleksikan
didalam diri kita sendiri sehingga suatu “perbandingan” akan kita alami.
Perbandingan disini akan menimbulkan pikiran “Rumput Tetangga Selalu Tampak
Lebih Hijau” Seperti sebuah peribahasa
Jawa “Urip iku wang sinawang artinya hidup ini tentang apa yang dilihat dan apa
yang terlihat, maka jangan melihat dari apa yang terlihat”
“Wah ternyata dia udah sukses ya,
udah jadi PNS, Gajinya gede”
“Wah keren banget ya, dia udah
punya mobil banyak, pasti duitnya banyak”
“Gilaaak, dia udah jalan jalan ke
Luar Negeri nih, pasti hidupnya berhambur hamburan uang”
“Kuliahnya di Universitas ternama
di Indonesia coooy, pasti beruntung banget”
“Ternyata usaha bisnisnya udah maju
nih, pantesan dia kayaaa, gue kapan ya?”
Respon
tersebut merupakan hal yang lumrah karena,
kembali lagi pada hidup ini tentang melihat dan dilihat. Tapi tanpa kita sadar
pertanyaan di awal tadi telah menimbulkan suatu rasa “kecemburuan sosial” yang
berujung pada sakit hati. Akhirnya momen suci di Hari Raya Idul Fitri sering
ternodai dengan pertanyaan tersebut.
Kita
tidak dilarang untuk menilai, tapi tidak semua penilaian kita itu benar.
Terkadang kita melihat sedikit kejahatan seseorang hingga kita menjulukinya
dengan orang jahat, padahal orang tersebut baru sekali melakukan hal tersebut,
namun seringkali orang beranggapan telah berkali-kali
Saya
pernah membaca suatu cerita ada seorang ibu rumah tangga yang menjadi wanita
karir. Di hari lebaran, seperti banyaknya oranng ia mmenghabiskan cuti untuk
melakukan pekerjaan rumah. Suatu ketika saudaranya datang, dan melihat wanita
itu melakukan pekerjaan rumah. Saudaranya bilang, “Ealah Nduk apa ndak eman
eman kuliahmu, kamu itu sekolah tinggi loh, masak cuma jadi ibu rumah tangga
gini”. Padahal wanita itu mengambil cuti karena bertepatan dengan hari
lebaran, sedih memang terkadang orang
lain menjadi seperti Tuhan yang “tahu segalanya”
Ingat
!!!
Satu
tahun itu tidak ditentukan satu hari
Terkadang
kita tidak tahu apa yang kita lakukan selama ini. Misalnya yang dilakukan
wanita tadi selama satu tahun adalah berikhtiar mencari uang dan menjadi wanita
karir. Terkadang orang hanya melihat hanya indahnya saja dari kita, tanpa
mengetahui seberapa perihnya pengorbanan yang sudah kita lakukan”
Kita
tahu orang lain sering jalan-jalan ke Luar Negeri, tapi tidak tahu
perjuangannya mengumpulkan sedikit demi sedikit uang dan rela tidak jajan
seharian.
Kita
tahu bisnisnya tetangga maju banget, tapi tidak tahu seberapa jatuh bangunnya dia
membangun bisnis tersebut
Hidup
itu tentang dilihat dan melihat. Jangan goyah dengan penglihatan orang. Selama
kita sudah memiliki prinsip yang kuat, kita tidak akan jatuh dan terpeleset
dengan pertanyaan tersebut. Fokus dan hijaukan rumput kita sendiri.
Lebaran
adalah suatu ajang menuju kata “meminta maaf” bahkan bukan sekedar meminta
maaf, melainkan rasa memberi maaf dan tidak akan mengulanginya lagi. Jangan
nodai sucinya fitri dengan lisan kita yang tak terkendali. Menanyai tanpa
menyakiti adalah hal yang paling baik.
Selamat
Hari Raya Idul Fitri
Mohon
Maaf Lahir dan Batin😀
Penulis
juga meminta maaf karena, baru bulan ini mulai menulis lagi. Dimaafkan dong yaa
hehe 😀😀
0 komentar :
Posting Komentar