Gagasan Kampus Merdeka : Apa kaitannya dengan Kehidupan Realita?
Masih hangat, kebijakan
Nadiem Makarim tentang Merdeka Belajar bertajuk Kampus Merdeka. Saya jadi
teringat, tiga tahun yang lalu (2016) membeli buku karya Danang Girindrawardana
seorang founder Leadership Park yang berjudul Maximum Of You (MOU). Sebuah buku
yang saya dapatkan dari Gramedia daerah saya dengan harga ramah di kantong.
Buku ini adalah buku pertama yang menuntun saya ketika menjadi mahasiswa baru.
Banyak hal yang di ulik terkait dunia kemahasiswaan dan kampus.
Salahsatu yang masih
saya ingat adalah, tentang bab “Keluar
dari Pagar Kampus” penulis mengungkapkan bahwa, Ada 24 jam sehari yang bisa
Anda miliki. 24 jam itu bisa jadi tinggal 2,4 jam. Mengapa? Karena Anda harus
berkompromi, menyesuaikan waktu dengan lingkungan. Sisa waktu itu yang akan
kita pergunakan untuk belajar mengamati dunia luar agar dalam waktu cepat
kapasitas kedewasaan Anda menjadi lebih besar.
Penulis buku tersebut
bertanya, Apakah Anda telah memanfaatkan waktu-waktu tersebut selama menjabat
menjadi mahasiswa? Ada banyak mahasiswa diluar sana yang melakukan hal yang
sama dengan Anda yaitu, belajar. Tetapi pertayaannya adalah, apakah Anda sudah “benar-benar
belajar?’
Dalam buku tersebut,
penulis menyarankan:
1. Keluarlah dari pagar kampus,persering
temui sebanyak mungkin objek yang sesuai dengan studi dan minat Anda.
2 Analisis objek tersebut, gunakan kata Tanya,
“mengapa dan bagaimana jika”.
3. Dokumentasikan hal itu sesuka Anda.
4. Serap pembelajaran itu dengan pikiran, tidak perlu berharap hasil apa pun pada saat ini, kecuali Anda bisa menetapkan target sasaran yang perlu mendatangkan hasil.
4. Serap pembelajaran itu dengan pikiran, tidak perlu berharap hasil apa pun pada saat ini, kecuali Anda bisa menetapkan target sasaran yang perlu mendatangkan hasil.
Buku tersebut
menginspirasi saya untuk membuat target selama kuliah. Salahsatu target yang
saya buat adalah “One Week One Person”.
Setiap satu pekan sekali saya berusaha mendatangi tokoh yang lebih tua dan
berpengalaman untuk belajar. Segelintir praktisi saya datangi untuk belajar,
memberanikan diri bermodalkan “sok kenal” yang saya coba. Akhirnya kurun waktu
satu bulan pun bisa terlaksana dengan rutin. Hampir sama dengan gagasan Kampus
Merdeka bukan?
Mendatangi praktisi
pertanian, social entreprise, akademisi sampai belajar dari pedagang jalanan. Setiap
akhir pekan bisa diagendakan untuk membuat appointment dengan mereka,
berdiskusi melingkar atau lainnya. Saya bertanya “mengapa dan bagaimana jika”
kepada mereka. Saya rasa hal tersebut sangat membantu saya dalam memandang
kehidupan, walaupun langsung belum ada hasilnya, setidaknya saya menjadi
sedikit dewasa.
"Kita menjadi dewasa bukan karena usia, tetapi karena kontaminasi orang-orang dewasa di sekitar kita"
Lantas, Apa ada manfaatnya
dengan dunia pasca kampus?
Jawabanya adalah ada
dan sangat berpengaruh. Hal itu tak lain dan tidak bukan terkait dengan AQ
(Adversity Quotient) sebuah kecerdasan mengatasi kesulitan yang dicetuskan oleh
Stoltz. Kemampuan seseorang dalam mengatasi kesulitan hidup dan mengukur
kemampuannya dikenal dengan konsep adversity quotient (Stoltz, 2000).
Stoltz (2000) menjelaskan bahwa individu yang memiliki adversity
quotient yang tinggi adalah individu yang memiliki kegigihan dalam hidup
dan tidak mudah menyerah, memiliki kekebalan atas ketidakmampuan dirinya
menghadapi masalah dan tidak akan mudah terjebak dalam kondisi keputusasaan. Adversity
quotient tinggi menunjukkan kemampuan untuk bertahan dan terus berjuang
ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan hidup, penuh motivasi, dorongan,
ambisi, antusiasme, dan semangat yang tinggi.
Berdasarkan penjelasan
tersebut, memang benar adanya. Saya merasakan dampak “One Week One Person“
bertajuk keluar dari Pagar kampus” yang berpengaruh. Menjadi pribadi yang tahan
banting misalnya. Sayang sekali hal itu tidak saya lakukan rutin lagi,
dikarenakan banyak hal lain yang dilalui dan harus diselesaikan. Tetapi diluar
dari itu, saya tetap mencoba berbagai hal dengan mengikuti organisasi,
kepanitiaan, magang dan lain sebagainya. Dengan adanya kebijakan Kampus Merdeka
ini, semoga membuat Mahasiswa era ini menjadi lebih berkualitas dan siap
menghadapi pasca kampusnya.
Teruntuk
Anda pembaca tulisan ini, terimakasih telah membaca sampai selesai
Selamat
memanfaat waktu dengan benar dan hati-hati selama menjadi mahasiswa
Selamat
menyongsong hari senin, banyak sekali dari kalian yang mungkin sedang magang
wajib kan? Haha
Semangat
mencari ilmu sebanyak-banyaknya dan mengaplikasikan pada tujuan Anda
"Kunci sukses bukan sekadar berada di isi kepala, tetapi juga ditentukan dari ayunan langkah sepatu Anda, Tetapi jangan lupa, hati yang penuh iman jauh lebih menguatkan daripada kepala yang penuh pengetahuan"
Semoga
menginspirasi,
Arifah
Eviyanti
Dalam
suasana hati yang sangat menantang
Referensi:
Aprilia E, Rachmadi N. 2018.
Hubungan Adversity Quotient Dengan
Kecemasan Menghadapi Dunia Kerja Pada Freshgraduate Universitas Syiah
Kuala. Jurnal Psikogenesis, 6 (1) 54-60
Girindrawardana
D. 2014. MOU (Maximum of U). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Stoltz,
PG. 2000. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang (Terjemahan:
T. Hermaya). Jakarta: Grasindo.
Semangat Arifah. Semangat menulis kisah-kisah inspiratif bagi para pembacanya.
BalasHapus