Inilah Rahasia
Tenang
Banyak dari kita mungkin sampai detik ini sering mengeluh, galau,
sedih
Mengapa hidupku tak seberuntung
dia ?
Mengapa dengan cepatnya orang
mudah sekali lulus kuliah?
Mengapa dengan mudahnya orang
berganti smartphone?
Mengapa dengan mudahnya orang ke
luar negeri, sementara aku ke luar kota saja susah?
Mengapa dengan mudahnya orang
memperoleh juara , sementara aku saja gagal terus?
Mengapa dengan mudahnya orang
mendapatkan uang ? sementara aku harus banting tulang untuk hasil yang tak
seberapa
Dan masih banyak keluhan sejuta ummat lainnya yang mungkin tanpa kita
sadari mengganggu pikiran bawah sadar kita. Banyak aspek kehidupan orang lain
justru yang membuat kita galau. Manusia bak seperti sumbu kompor, mudah
tersulut api dengan mendengar kebahagiaan orang lain. Seperti silaunya mata
ketika melihat sorotan cahaya, mungkin itu sebuah perumpamaan kita ketika
melihat teman datang dengan smartphone baru atau bahkan pencapaian baru.
Jika memang kamu merasa seperti itu, sangatlah pantas jika hari ini
kamu pun tidak bahagia. Menurut Arthur Schopenhauer (1788-1860) percaya
kecemburuan adalah wajar bagi manusia dan oleh karena itu, tidak bisa
dipungkiri bahwa sejatinya manusia memiliki rasa iri. Arthur Schopenhauer
percaya kecemburuan muncul dalam 'perbandingan yang tak terhindarkan antara
situasi kita sendiri dan situasi orang lain.' Ketika kita membandingkan diri
kita dengan orang lain, kita menyoroti perbedaan kita dan dengan melakukan itu,
sorot inferioritas diri sendiri. Kita mulai percaya tidak bahagia karena hal-hal yang kurang
diperbandingkan, dan iri hati masuk dalam siklus kehidupan.
Oleh karena itu belajar untuk mengelola rasa iri adalah yang penting. Sebuah
kutipan lagu dari aktris ternama “Sing tenang, ben iso mikir, rasah sumelang,
ojo kuwatir” yang berarti bahwa kita harus tenang dan tidak perlu khawatir
memang harus menjadi prinsip hidup untuk menaklukan penyakit hati. Tidak mudah
memang, tetapi hati ini harus dilatih untuk senantiasa bersih. Jangan biarkan alam
pikiran bawah sadar menodai hati dengan hanya memikirkan hal yang kalang kabut.
Bersyukur untuk saat ini masih bisa kuliah, karena diluar sana banyak
yang menginginkan posisimu saat ini
Bersyukur untuk saat ini masih
punya smartphone, walaupun mungkin jadul, karena diluar sana banyak yang
kebingungan menghubungi keluarganya karena tak memiliki smartphone
Bersyukur untuk saat ini masih
bisa memikirkan liburan walaupun hanya didalam Kota, karena diluar sana banyak
orang yang sama sekali tak kepikiran
karena untuk makan saja susah
Bersyukur untuk saat ini masih
bisa mencoba lomba, walaupun gagal berkali-kali, karena mungkin kau sedang menghabiskan
jatah gagalmu
Bersyukur untuk hasil yang tak
seberapa, karena masih punya pundi pundi rupiah untuk menyambung hidup
Belajar dari seekor Ulat, yang selalu pergi ke tempat yang diinginkannya, kadang
dibawah daun, dipinggir sungai atau bahkan didalam kayu. Ulat tanpa cemburu dengan
burung yang terbang bebas kesana kemari, karena Ulat tak punya sayap seperti
burung. Ulat tahu bahwa Ulat hanya perlu bersabar, merambat pelan-pelan helai
demi helai. Ulat tahu pada masanya nanti kelak Ia akan berubah menjadi seekor
Kupu-kupu indah yang juga bisa terbang diatas bunga-bunga
Mari, kita bersyukur, bersabar dan berusaha untuk hidup kita saat ini.
Yakinlah, suatu hari nanti akan tiba giliranmu untuk terbang dan menikmati
ekspektasimu sesuai kehendak Allah.
Sebagai penutup saya ingin menuliskan kutipan dari sebuah buku
Berlapang Jiwa dan Berbesar Hati dari Ipnu Noegroho.
Hasan Al Basri pernah ditanya,
Apa rahasia mu di dalam zuhudmu di
dunia?
Aku telah mengetahui, bahwa rezekiku tidak pernah ada yang mengambil
selain aku, maka tenanglah hatiku untuknya dan aku mengetahui bahwa ilmuku
tidak akan ada yang melaksanakannya selain aku, maka aku akan menyibukkan diri
dengannya, aku telah mengetahui bahwa Allah mengawasiku, maka aku malu
berhadapan denganNya dalam keadaan maksiat, aku telah mengetahui bahwa kematian
menghadangku, maka aku telah siapkan bekal bertemu dengan Allah
Sekian, semoga bermanfaat untuk mu :)
Terinspirasi dari:
Noegroho, I R. 2017. Berlapang jiwa, Berbesar Hati. Yogyakarta: MUEEZA